Membaca artikel-artikel baik di koran maupun di internet tentang global warming sungguh menyesakkan hati, apalagi jika melihat di pulau sendiri yang seharusnya adalah paru-paru dunia tapi sekarang malah menjadi pusat dari kerusakan ekosistem bumi...
Coba simak salah satu statement ini yang saya kutip dari situsnya greenpeace Indonesia:
Hutan Indonesia mengalami krisis yang sangat parah. Buku rekor dunia edisi tahun 2008 memasukkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat penghancuran hutan tercepat diantara negara-negara yang memiliki 90% dari sisa hutan di dunia. Dalam Setiap jamnya hutan Indonesia telah hancur dalam luasan 300 kali luas lapangan sepak bola.
Benar-benar dahsyat dan miris mendengarnya, apalagi melihat dan merasakan dampaknya secara langsung di lokasi kejadiannya. Saya saat ini tinggal di kota balikpapan provinsi kalimantan timur, bagian timur pulau kalimantan atau borneo kalo orang bule bilang.
Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, pengrusakan hutan yang berkedok pembukaan lahan untuk kelapa sawit, eksplorasi batubara, pabrik kertas, pabrik plywood dan lain sebagainya. Hal tsb masih diperparah dengan aksi penebangan hutan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat, pembalakan liar oleh para cukong yang dibantu oknum-oknum pejabat dan penegak hukum di pulau ini serta pembakaran hutan untuk pembuatan ladang dan lahan perkebunan. Hampir setiap tahun kami di kalimantan merasakan kabut asap hasil pembakaraan hutan, yang sangat mengganggu penglihatan dan pernapasan.
Apakah anda pernah mendengar proyek pemerintah lahan gambut 1 juta hektar?
Proyek tsb hanya akal-akalan pemerintah untuk menutupi tujuan utama yang disembunyikan yaitu penebangan hutan untuk dijual kayunya, dan sekarang bagaimana kabar proyek tersebut?
Gagal total, itulah kata yang tepat untuk proyek tersebut. Huh!
Diantara kota balikpapan dan samarinda ada taman hutan rakyat Bukit Soeharto, menurut hasil penelitian, kandungan batubara yang ada di areal Bukit Soeharto diperkirakan mencapai ribuan juta ton, melebihi daerah-daerah lainnya. Berdasarkan hasil penelitian inilah, mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani, pernah merencanakan untuk mengeksploitasi batubara yang ada di bukit tersebut. Berbagai kepentingan pun lalu menyeruak. Maka persoalannya menjadi klasik. Antara yang hendak mengeksploitasi dengan yang hendak mengkonservasi. Antara yang pro hutan dan pro industri, tapi rupanya masih ada satu lagi yang pro hutan tanaman industri.
Tidak hanya Syaukani saja, mungkin banyak pengusaha-pengusaha lain yang juga berniat serupa. Apabila tempat itu di eksploitasi, diperkirakan kerusakan lingkungan yang amat luar biasa akan terjadi. Padahal, tempat tersebut berfungsi sebagai paru-paru di wilayah tersebut. Maka semua pihak terutama pemerintahan Provinsi Kaltim tidak boleh mengubah statusnya yang semula yaitu sebagai kawasan hutan lindung. Flora dan fauna yang ada di dalamnya sangat kaya, dan sudah diakui oleh dunia.
Riuh-rendah tentang Bukit Soeharto ini terlihat dari semangat pihak Bapedalda yang mengancam tidak akan mengeluarkan ijin jika Bukit Soeharto hendak dieksploitasi batubaranya. Tetapi, begitupun pihak Pemkab Kutai Kartanegara ternyata sudah mengkapling-kapling dan mengeluarkan ijin Kuasa Pertambangan batubara bagi sejumlah pengusaha dan Koperasi Unit Desa.
Sementara itu, pihak Menhutbun juga sudah telanjur melepaskan sejumlah areal hutan untuk perluasan Hutan Tanaman Industri dan sarana penunjangnya. Lebih parah lagi, pada setiap musim kemarau kebakaran hutan mengancam ketiga kepentingan itu.
Hanya satu permintaan saya sebagai penghuni pulau Kalimantan alias Borneo....
Jangan rusak hutanku...!!!
No comments:
Post a Comment