Tingkat teledensitas di Indonesia tergolong rendah. Percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus segera terlaksana. Jika tidak, negeri ini akan terpuruk dalam kategori negara tertinggal.
Gagasan pembangunan jaringan serat optik Palapa Ring diawali adanya kenyataan tingginya harga bandwidth di Indonesia yang mencapai 5,07 dolar AS per 100 Kbps sehingga memicu tingginya tarif telekomunikasi dan internet kepada pengguna akhir. Oleh karena itu, dengan Palapa Ring, tarif telekomunikasi dan internet diyakini akan turun sekitar 10 sampai 15 persen setiap tahun.
Meski demikian, banyak yang meragukan proyek raksasa itu bakal menarik minat investor karena tak semua area yang hendak dibangun terbilang “basah”. Namun, untuk menuju masyarakat berbasis informasi, pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi yang bakal menyentuh hingga pelosok pedesaan itu memang patut didukung.
Sebagaimana diketahui, bahwasanya untuk mendukung pemerataan pembangunan dan pengembangan potensi wilayah, pemerintah bermaksud untuk memperluas dan meningkatkan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi dalam wilayah negara republik Indonesia khususnya untuk wilayah Indonesia Timur. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah bermaksud untuk mengundang partisipasi sektor swasta untuk membangun, mengoperasikan dan melaksanakan pemeliharaan jaringan serat optik pita lebar (broadband optical fiber network) berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar dengan skala nasional. Untuk tahap awal, jaringan serat optik pita lebar yang akan dibangun meliputi kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi , Maluku dan Papua yang dikenal sebagai “Jaringan Serat Optik Nasional Palapa Ring Tahap 1: Indonesia Timur”, untuk selanjutnya disebut “Proyek Palapa Ring”.
Melalui nota kesepahaman ini, pemerintah memberikan komitmen berupa dukungan sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, guna terlaksananya pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan Proyek Palapa Ring, termasuk namun tidak terbatas memberikan/memfasilitasi perijinan yang diperlukan kepada masing-masing pihak guna pelaksanaan nota kesepahaman ini. Adapun tujuan dari nota kesepahaman ini adalah untuk membina hubungan kerjasama antara para pihak dalam rangka persiapan pembangunan Proyek Palapa Ring Tahap I: Indonesia Timur.
Keberaraan Proyek Palapa Ring ini sepenuhnya dilatar belakangi oleh suatu kondisi, bahwasanya seluruh rakyat Indonesia berhak untuk memperoleh akses informasi, sehingga tidak berada pada posisi ketertinggalan informasi (digital divide) mengingat selama ini tingkat teledensitas masih sangat rendah meski dibandingkan untuk kawasan Asia Tenggara sekalipun. Padahal pada sisi yang lain, telekomunikasi memiliki peranan yang sangat strategis. Namun demikian, ketika persoalan ini dicoba segera dipecahkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah di antaranya konstalasi geografi dan demografi Indonesia yang sangat beragam, kebutuhan nilai investasi yang sangat tinggi mengingat sifatnya yang padat teknologi dan modal, dan kendala keterbatasan dana APBN dalam membiayai pembangunan sarana telekomunikasi. Itulah sebabnya kemudian pemerintah pernah mencoba mengatasinya melalui skema KSO (Kerjasama Operasi) yang melibbatkan sejumlah perusahaan-perusahaan swasta terkenal, seperti PT Pramindo Ikat Nusantara (di Sumatera), PT Ariawest International (di Jawa Barat dan Banten), PT Mitra Global Telekomunikasi Indonesia (di Jawa Tengah), PT Dayamitra Telekomunikasi (di Kalimantan) dan PT Bukaka SingTel Internasional (di Sulawesi). Namun, krisis moneter yang terjadi di sekitar tahun 1997 telah berkontribusi signifikan terhadap keterbatasan skema KSO.
Itulah sebabnya, untuk Proyek Palapa Ring ini Ditjen Postel sangat berhati-hati dan berusaha melakukan persiapan sekomprehensif mungkin dengan secara kritis melibatkan berbagai pihak yang terkait. Ditjen Postel tidak menghendaki kegagalan proyek ini, namun di sisi lain juga melakukan dorongan dan fasilitasi secara proporsional dan optimal karena selain proyek raksasa ini tidak hanya merupakan salah satu loncatan strategis mengatasi ketertinggalan penyediaan infrastruktur jaringan serat optik, juga merupakan suatu pertaruhan politik dengan perhitungan yang sangat matang dengan tujuan untuk mendukung upaya pemerintah secara keseluruhan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Karena diyakini sepenuhnya bahwa keberadaan fasilitas telekomunikasi berdampak luas terhadap pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dengan demikian, formulanya adalah berbanding lurus antar variabel yang terkait. Di samping itu, berdasarkan benchmarking dengan negara-negara sekitarnya, seperti Malaysia, RRC dan India, maka Proyek Palapa Ring ini bukan merupakan suatu program kegiatan yang mustahil, yang tentu saja dapat terwujud melalui kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta secara optimal.
Proyek Palapa Ring merupakan inisiatif pemerintah dalam membangun tulang punggung (backbone) jaringan telekomunikasi guna menurunkan biaya akses dan mengurangi kesenjangan digital.
Jaringannya terdiri dari tujuh cincin (ring) yang mencakup 33 provinsi dan 440 kabupaten di Indonesia. Proyek tersebut terdiri dari 35.280 kilometer kabel optik bawah laut (submarine cable) dan 21.708 kilometer kabel optik bawah tanah (inland cable).
Proyek pembangunan kabel yang diperkirakan memakan biaya US$ 225 juta tersebut akan digarap oleh konsorsium enam perusahaan, yakni: Telkom, Indosat, Excelcomindo Pratama, Powertek Utama Internusa, Infokom Elektrindo, dan Bakrie Telecom.
Sementara, Juru Bicara Konsorsium Palapa Ring Rakhmat Junaidi memperkirakan pajak yang akan dikenakan untuk bea masuk perangkat berkisar 20% hingga 25% dari nilai proyek atau sekitar US$ 50 juta.
“Kalau unsur pajak bisa dibebaskan, atau setidaknya diminimalisir, pembangunan fiber optic tentunya juga bisa lebih luas lagi,” tandas Rakhmat yang juga menjabat sebagai Direktur Layanan Korporasi Bakrie Telecom.
Pemerintah akan membangun jaringan tulang punggung serat optik Palapa Ring secara bertahap ke seluruh wilayah Indonesia mulai 2007-2008 hingga lima tahun ke depan. Pembangunan dimulai dari daerah yang jarang penduduknya (urban remote area).
Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi, Depkominfo, Basuki Yusuf Iskandar mengatakan, jaringan serat optik yang akan dibangun merupakan pelengkap dari jaringan lama yang sudah terbangun untuk menghindari overlapping investasi.
Proyek tersebut direncanakan akan diimplementasikan pada 2007 hingga 2008 dan ditargetkan akan selesai secara total dalam lima tahun mendatang, kata Basuki dalam sambutan tertulisnya dalam acara diskusi Palapa Ring di Hotel RedTop, Pecenongan, Jakarta, Kamis, (22/2/2007).
Ia mengatakan, untuk memenuhi konsep ketahanan nasional dan kebutuhan pemerintah dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi pemerintahan, maka kapasitas yang tersedia akan disinergikan dengan jaringan lama milik operator.
Jaringan serat optik lama yang dimaksud adalah sistem komunikasi kabel laut (SKKL) PT Telkom Tbk, PT Indosat Tbk, jaringan milik PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), serta jaringan milik anak perusahaan PT PLN Tbk, yakni PT Icon+.
Pemerintah berharap dengan adanya konvergensi jaringan serat optik maka akan tercipta jaringan tulang punggung nasional yang utuh, Basuki menambahkan.
Proyek Palapa Ring merupakan inisiatif pemerintah dalam membangun tulang punggung infrastruktur serat optik internasional yang terdiri dari 7 cincin melingkupi 33 provinsi dan lebih dari 440 kabupaten. Proyek tersebut terdiri dari 35.280 kilometer serat optik bawah laut (submarine cable) dan 21.708 kilometer serat optik bawah tanah (inland cable). Proyek prestisius ini diperkirakan memakan biaya sekitar US$ 1,5 miliar-US$ 2 miliar, atau sekitar Rp 15 triliun-Rp 20 trilun.
Metode investasi yang ditawarkan pemerintah adalah public private partnership (PPP) menggunakan skema build-operate-own (BOO) di mana investor secara prinsip bertanggung jawab untuk membangun infrastruktur baru, membiayai pembangunan di luar kontribusi pemerintah, mengintegrasikan jaringan baru dengan jaringan yang telah ada, dan mengoperasikan jaringan.
Tujuh alasan untuk mendukung Megaproyek Palapa Ring:
- Meningkatkan pembangunan ekonomi, kebudayaan dan masyarakat Indonesia, termasuk di daerah-daerah yang belum berkembang.
- Mengurangi kesenjangan digital antar masyarakat di kota-kota kecil yang belum terbangun jaringan broadband.
- Menawarkan berbagai peluang untuk berkompetisi dan kesempatan berbisnis di daerah-daerah yang belum berkembang.
- Meningkatkan jumlah titik akses terhadap jaringan pita lebar, yang mencakup 440 kota/daerah, di mana setiap kota/daerah itu akan menjadi satu access point pada jaringan broadband.
- Menyediakan layanan komunikasi publik dan pemerintahan yang efisien, aman dan berdaya jangkau luas, yang mencakup militer, kepolisian, meteorologi, pencegahan bencana, dan pelanggan korporat.
- Mengurangi tarif dalam bertelekomunikasi dan mendorong pemanfaatan akses broadband.
- Menyediakan kebutuhan masyarakat dalam bertelekomunikasi di masa kini dan di masa depan yang kemungkinan bergantung pada jaringan broadband.
No comments:
Post a Comment